A. Sejarah Vihara Boen San Bio
Vihara Boen San Bio terletak di Jalan K.S. Tubun no.43 Desa Pasar Baru, Kota Tangerang. Klenteng Boen San Bio dibangun oleh pedagang asal Tiongkok yang bernama Lim Tau Koen pada tahun 1689. Klenteng ini dibangun sebagai tempat untuk menempatkan patung Dewa Bumi (Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin) yang dibawa pedagang tersebut dari Banten. Secara harfiah, “boen san bio” berarti kebajikan setinggi gunung. Berdiri di atas lahan seluas 4.650 m2, klenteng ini pada awalnya dibangun dari bambu dan kayu dengan dinding dari gedek sementara atapnya dari daun rumbia. Luasnya pun tidak seberapa. Seiring dengan waktu, klenteng ini mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran.
Pada awalnya pengunjung klenteng ini sebagian besar berasal dari pedagang Tionghoa yang tinggal di sekitar Pasar Baru. Sekitar 10 tahun kemudian, berdirilah perkumpulan Boen San Bio yang merupakan cikal bakal berdirinya yayasan Vihara Nimmala.
B. Rekor Muri
Vihara Boen San Bio telah memecahkan 11 rekor MURI, diantaranya dengan menegakkan 1.150 telur dalam waktu hanya beberapa menit yang dilakukan oleh 108 orang. Selain itu juga Vihara ini memiliki Thian Sin Lo (Tempat Hio) terberat di Indonesia. Tempat hio tersebut terbuat dari batu onix dengan beratnya sekitar 4.888 kg dan tinggi 120 cm.
C. Tempat Ibadah
Di dalam Vihara Boen San Bio terdapat petilasan Raden Surya Kencana. Raden Surya Kencana sendiri adalah seorang keturunan Pangeran pemeluk Islam pertama di Negara Padjajaran. Raden Surya Kencana dan istrinya pernah singgah di Klenteng Boen San Bio selama perjalanannya menyebarkan agama Islam. Ia cukup berjasa dan dihormati oleh masyarakat pada masanya, sehingga dibuatlah petilasan tersebut. Umat Muslim pun diperkenankan untuk berziarah dan beribadah dalam petilasan tersebut. Selain itu, disediakan secara khusus pula tempat ibadah bagi penganut agama Kong Hu Cu dan Tao.
D. Pendopo Pecun
Di bagian belakang Kelenteng Boen San Bio juga terdapat pendopo bernama Pecun. Pecun merupakan sebuah upacara tradisional Cina yang melambangkan penghormatan bagi jasad seorang tokoh berpengaruh yang tenggelam dan tewas di sebuah sungai di Cina. Pecun merupakan sebuah upaya pencarian yang dilakukan dengan memakai perahu dayung. Perayaan Pecun digelar pertama kali di Tangerang pada tahun 1910.
E. Patung Dewi Kwan Im
Ada patung Dewi Kwan Im setinggi sekitar 3 meter yang berada di bagian belakang Kelenteng, di depan ruang Dhammasala yang merupakan tempat utama umat Buddha untuk melakukan ibadah. Kwan Im atau Kwan She Im Phosat adalah Avalokitesvara Bodhisattva, Dewi Welas Asih di Tiongkok. Kwan Im adalah sebutan dalam dialek Hokkian dan Hakka yang dipergunakan mayoritas warga keturunan Tionghoa di Indonesia.
Pura Kerta Jaya (Tangerang)
A. Sejarah Pura Kerta Jaya
Pura Kerta Jaya di bangun pada tahun kisaran 1982, dengan luas awal berkisar 100m. Awalnya umat Hindu sudah ada sejak tahun 60 an. Lalu pada 1982 berkumpulnya tokoh-tokoh agama untuk berinisiasi membangun sebuah Pura di Tangerang. Seiring berjalannya waktu Pura ini terus dilakukan pemugaran dikarenakan semakin bertambahnya umat agama Hindu. Hingga sekarang luas pura sudah mencapai 3400m yang terdirir dari sekitar 500 kepala keluarga umat Hindu.
B. Padmasana
Padmasana adalah bangunan tinggi yang di filosofikan berbentuk bunga teratai. Bunga teratai dapat hidup di 3 tempat. Akarnya terdapat di lumpur, batangnya terdapat di air dan bunganya terdapat di udara
C. Bale Pawedan
Bangunan ini terletak di Utama Mandala, tidak terlalu besar tapi tidak terlalu kecil, disesuaikan dengan areal yang tersedia. Pawedan artinya pemujaan. Bale ini merupakan bangunan dimana Ida Pedanda menghaturkan upacara dan memimpin persembahyangan. Secara filosofis, yang berstana di Bale Pawedan adalah Dewa Siwa. Pada saat Ida Pedanda, Pandita, Sulinggih memuja beliau menstanakan Dewa Siwa dalam dirinya. Jika kita perhatikan peralatan yang digunakan adalah siwa upa karana.
D. Gedong Simpen
Bangunan untuk menyimpan alat perlengkapan upacara, seperti kober, tedung pagut, masmasang, panawa sanga dan sopacara. Bangunan yang diperlukan hanya kecil, namun pada kenyataan dibuat cukup besar dimana bagian depan gedong simpen ini digunakan untuk menerima tamu terhormat seperti sulinggih, para rohaniawan dan guru wisesa.
No comments:
Post a Comment