Thursday, November 21, 2019

Video Terkait Hindu & Budha

1. Festival Peh Cun Kota Tangerang 2019


    Peh Cun (mendayung perahu) berasal dari Bahasa Hokkian yang dipendekkan dari Pe Leng Cun / Pe Liong Cun, bermakna "mendayung perahu naga". Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, tetapi istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini. Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek.

     Perayaan Peh Cun di Sungai Cisadane, Kota Tangerang adalah salah satu yang tertua di Indonesia. Menurut sejarahnya, perayaan yang digelar rutin oleh perkumpulan Boen Tek Bio ini, sudah ada sejak tahun 1910 dan selalu diisi oleh berbagai ritual dan tradisi unik.

    Wakil Wali Kota Tangerang H. Sachrudin yang hadir dalam acara tersebut menuturkan, Festival Peh Cun yang masuk dalam agenda event wisata tahunan Kota Tangerang, haruslah dijaga keberlangsungannya karena menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan.

    Perayaan Peh Cun tahun ini digelar selama 4 (Empat) hari yang diisi dengan berbagai ritual, tradisi dan perlombaan diantaranya Ritual Air Berkah, Sembahyang Twan Yang, Mendirikan Telur, Lomba Tangkap Bebek, Lomba Perahu Naga, Lomba Uleg Sambel dan masih banyak lagi.

2. 5 Perbedaan Candi Hindu & Budha


     Candi merupakan suatu bangunan bersejarah yang dibangun sebagai simbol budaya, agama, dan peradaban pada masa itu.  Indonesia sendiri memiliki banyak bangunan candi, baik candi Hindu maupun candi Budha yang tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan Bali. Umumnya candi digunakan oleh masyarakat pada masa itu sebagai tempat pemujaan dewa dan dewi umat Hindu atau Budha. Selain menjadi tempat ibadah, beberapa candi yang tidak dilengkapi dengan simbol-simbol agama juga tetap dinamakan candi. Misalnya saja candi-candi yang ternyata difungsikan sebagai tempat pemandian, istana, gapura, dan lain sebagainya.
     
     Dalam candi Hindu dan Budha terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat diidentifikasi dengan mengamati ; Fungsi, Struktur, Arca, Bentuk dan Bahan pembuatan candi tersebut.

3. Pemberkatan Secara Agama Budha


     Setiap pernikahan di Indonesia yang diatur oleh agama memiliki syarat dan ketentuan administratif yang hampir sama, begitu pula dalam Agama Budha. Video ini menampilkan bagaimana prosesi pemberkatan pernikahan dalam agama Budha.

4. Upacara Sudhi Widani


     Sudhi wadani berasal dari kata sudhi dan wadani. Sudhi dari bahasa Sansekerta, yang berarti penyucian, persembahan, upacara pembersihan/penyucian. Kata yang sepadan dengan sudhi adalah suddha, yang berarti bersih, suci, cerah, putih tanpa cacat atau cela.

     Wadani berarti banyak perkataan, banyak pembicaraan. Adapun bentuk-bentuknya seperti :
1. Wadana yang dapat berarti muka, mulut, prilaku/cara berbicara.
2. Wadanya yang berarti fasih berbicara, ramah, banyak bicara.

     Dengan memperhatikan arti kata suddhi dan wadani tadi, maka suddhi wadani dapat di artikan dengan kata-kata penyucian. Secara singkat dapat di katakan bahwa upacara sudhi wadani adalah upacara dalam Hindu sebagai pengukuhan atau pengesahan ucapan atau janji seseorang yang secara tulus ikhlas dan hati suci menyatakan menganut agama hindu. Dalam pengukuhan ini yang menjadi saksi utama adalah Sang Hyang widhi (Tuhan), yang bersangkutan sendiridan Pimpinan Parisadha Hindu Dharma Indonesia atau yang di tunjuk untuk mewakili acara di maksud.

5. Hindu Wedding Ceremony


     Video ini menampilkan upacara pengantin tata adat Hindu Jawa Yogyakarta. Pernikahan adat Hindu Jawa ini dilasungkan di Pura Jagatnatha, Yogyakarta.

Kerajaan Kerajaan Hindu & Budha di Indonesia

Peta Konsep Kerajaan




Sumber

 Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, antara lain [1]

1. Kerajaan Salakanagara (150-362)


Sumber


    Kerajaan Salakanagara dipercayai sebagai kerajaan pertama di Nusantara dengan terdapatnya bukti-bukti dari naskah Wangsekerta, pada naskah tersebut diuraikan bahwa kerajaan Salakanagara terletak di Jawa Barat dan didirikan sekitar 130 Masehi oleh Dewawarman yang menjadi duta bangsawan yang datang dari Calankanaya bersama rombonganya pada tahun 128 Masehi.

   Salakanagara diyakini sebagai leluhur Suku Sunda, hal dikarenakan wilayah peradaban Salakanagara sama persis dengan wilayah peradaban orang Sunda selama berabad-abad. Dan yang memperkuat lagi adalah kesamaan kosakata antara Sunda dan Salakanagara. Disamping itu ditemukan bukti lain berupa Jam Sunda atau Jam Salakanagara, suatu cara penyebutan Waktu/Jam yang juga berbahasa Sunda.


2. Kerajaan Tarumanegara (358-669)


Hindu (Wisnu)
     Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu. 

     Kata Tarumanagara berasal dari kata taruma dan nagara. Nagara artinya kerajaan atau negara sedangkan taruma berasal dari kata tarum yang merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Citarum.

     Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan dia memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.

3. Kerajaan Kutai (Abad ke-4 M)


Hindu
     Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.

4. Kerajaan Kalingga (Abad ke-6 M)

Hindu-Budha
     Kerajan Kalingga atau Kerajaan Halong (nama Pekalongan berasal dari istilah setempat halong yang berarti hasil) adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pertama muncul di pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi, dan bersama dengan Kerajaan Kutai dan Tarumanagara. Temuan arkeologis dan catatan sejarah dari periode ini langka, dan lokasi persis ibu kota kerajaan tidak diketahui. Diperkirakan ada suatu tempat di antara Pekalongan dan Jepara saat ini. Sebuah tempat bernama Kecamatan Keling ditemukan di pantai utara Kabupaten Jepara.

5. Kerajaan Sriwijaya (600-1300)

Budha
     Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang".

     Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.


6. Kerajaan Pajajaran (669-1482)


Hindu Budha
     Kerajaan Sunda Galuh (disebut juga Kerajaan Pajajaran) adalah suatu kerajaan yang merupakan penyatuan dua kerajaan besar di Tanah Sunda yang saling terkait erat, yaitu kerajaan Sunda dan kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara. Berdasarkan peninggalan sejarah seperti prasasti dan naskah kuno, ibu kota Kerajaan Sunda berada di daerah yang sekarang menjadi kota Bogor, sedangkan ibu kota Kerajaan Galuh adalah kota Kawali di Kabupaten Ciamis.

7. Kerajaan Mataram Kuno (Abad ke-8 M)


Hindu Budha
    Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.

     "Bhumi Mataram" adalah sebutan lama untuk Yogyakarta dan sekitarnya. Di daerah inilah untuk pertama kalinya istana Kerajaan Medang diperkirakan berdiri (Rajya Medang i Bhumi Mataram). Nama ini ditemukan dalam beberapa prasasti, misalnya prasasti Minto dan prasasti Anjuk ladang. Istilah "Mataram" kemudian lazim dipakai untuk menyebut nama kerajaan secara keseluruhan, meskipun tidak selamanya kerajaan ini berpusat di sana.

8. Kerajaan Buleleng (Abad ke-9 M)


Hindu Budha
     Kerajaan Buleleng adalah Kerajaan Hindu Budha tertua di Bali. Kerajaan tersebut berkembang pada abad IX-XI Masehi. Kerajaan ini diperintah oleh Dinasti Warmadewa. Kerajaan ini dapat dipelajari melalui prasasti Belanjong, Penempahan, dan Melatgede. Kerajaan ini berpusat di Buleleng, Bali bagian utara. Buleleng tereletak dipesisir pantai, yang menyebabkan Buleleng sering disinggahi kapal-kapal.



9. Kerajaan Kadiri (1042-1222)


Hindu Budha
     Kerajaan Kadiri atau Kediri atau Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

   Kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kadiri berdiri. Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.

     Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.


10. Kerajaan Melayu (1183-1347)


Budha
     Dharmasraya adalah nama ibu kota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatra. Nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I (raja Chola dari Koromandel) pada tahun 1025.Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya.

    Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.Prasasti tertua yang pernah ditemukan atas nama raja Mauli adalah Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand. Prasasti itu berisi perintah Maharaja Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Yang mengerjakan tugas membuat arca tersebut bernama Mraten Sri Nano.

11. Kerajaan Singasari (1222-1292)


Hindu Budha
     Kerajaan Singasari atau sering pula ditulis Singhasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singasari, Malang. Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.


     Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.

12. Kerajaan Majapahit (1292-1527)

Hindu Budha
     Kemaharajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.

    Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

   Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.






Sumber : 
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha

Peta Jalur Pelayaran India - Indonesia




Peta Jalur Pelayaran India - Indonesia

Source


Agama dan budaya Hindu-Budha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India atau Cina melalui jalur laut dan jalur darat.[1]

1. Melalui Jalur Laut
Mereka yang datang ke Indonesia melewati jalur laut mengikuti rombongan kapal-kapal para pedagang yang biasa berlalu-lalang dalam kegiatan pelayaran dari Asia Selatan ke Asia Timur. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu-Budha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka, ada pula yang langsung berlayar ke Indonesia pada saat berlangsungnya angin muson barat.

2. Melalui Jalur Darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu-Buddha yang menggunakan jalur darat dilakukan dengan menumpang kepada para kafilah melalui jalur jalan sutra, yaitu dari India ke Tibet terus ke utara hingga sampai di Cina, Korea dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara ke Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian berlayar ke Indonesia.


     Agama Hindu - Budha berasal dari India, kemudian menyebar ke Asia Timur hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan letaknya sangat strategis, yaitu terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indonesia dan Pasifik) yang merupakan daerah persimpangan lalu lintas perdagangan dunia. Awal abad Masehi, jalur perdagangan tidak lagi melewati jalur darat (jalur sutera) tetapi beralih kejalur laut, sehingga secara tidak langsung perdagangan antara Cina dan India melewati selat Malaka. Untuk itu Indonesia ikut berperan aktif dalam perdagangan tersebut. Akibat hubungan dagang tersebut, maka terjadilah kontak/hubungan antara Indonesia dengan India, dan Indonesia dengan Cina. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab masuknya budaya India ataupun budaya Cina ke Indonesia.[2]
     
     Pengaruh Hindu Budha yang masuk ke Indonesia sangat kuat, namun tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Pusat - pusat Hindu antara lain di Jawa, Kalimantan, dan Bali, sedangkan pusat Budha di Sumatra. Daerah-daerah lainnya masih menganut kepercayaan nenek moyang. 
     
      Untuk penyiaran Agama Hindu ke Indonesia, terdapat beberapa pendapat/hipotesa yaitu antara lain[3]:

Hipotesis Ksatria, diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum ksatria atau golongan prajurit, karena adanya kekacauan politik/peperangan di India abad 4 - 5 M, maka prajurit yang kalah perang terdesak dan menyingkir ke Indonesia, bahkan diduga mendirikan kerajaan di Indonesia.

Hipotesis Waisya, diutarakan oleh Dr.N.J.Krom, berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum pedagang yang datang untuk berdagang ke Indonesia, bahkan diduga ada yang menetap karena menikah dengan orang Indonesia.

Hipotesis Brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum Brahmana karena hanyalah kaum Brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan Kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan Penguasa/Kepala Suku di Indonesia atau sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.



Sumber : 
[1] Anwar Kurnia, Sejarah 1 SMP Kelas VII (Jakarta : Ghalia Indonesia,2007), hlm. 24
[2] Anwar Kurnia, Sejarah 1 SMP Kelas VII..., hlm. 25
[3] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah Indonesia (Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif, 2013), hlm 61-63

Peninggalan Kerajaan Hindu Buddha

1. Candi dan Stupa  Sumber      Candi dan stupa didirikan sebagi tempat pemujaan tetapi ada juga yang didirikan sebagai makam. Ada...